Keping Emosi

Yang keempat.


---


Senja kembali menjemput dengan cepat. Sepertinya, matahari sudah tak sanggup lagi menahan rindu kepada horizon yang menantinya pulang. Sudah saatnya matahari untuk beristirahat,

Tumpukan berkas masih menggunung di atas meja Elena, mengapit laptop yang sudah menyala lebih dari delapan jam lamanya. Dekorasi yang menghias meja kantor pun juga tertimbun di lautan berkas. Jemari Elena yang memukul-mukul tombol keyboard terdengar dengan volume yang keras dan cepat, memecah keheningan. Sebagian besar karyawan memilih untuk pulang sebelum jam kemacetan memuncak.

"Proyek Mr. Primus?" tanya seseorang.

"Ah, ya, benar sekali," jawab Elena.

"Akhirnya, pertanyaan saya dijawab."

"Maksudmu?"

"Saya bertanya sebanyak lima kali, dan pertanyaan kelima yang kaujawab," ucapnya. "Apakah masih ada yang bisa kulakukan? Sepertinya hari semakin malam dan Anda masih sangat sibuk dengan pekerjaan. Sebagai rekan satu tim, saya tergerak untuk membantunya."

"Kau...?" Elena berusaha mengingat-ingat nama pemuda yang berdiri di hadapannya ini. Sepertinya pemuda ini ikut meeting bersama Mr. Liu Wen, tapi siapa namanya...

"David Jackson, dipanggil Dave," kata Dave menyela pikiran Elena yang sibuk menebak dirinya. "Saya baru bergabung di perusahaan ini sekitar satu minggu."

"Jadi kau datang di tengah masa cutiku," gumam Elena. "Salam kenal, aku Elena Cassandra. Mengepalai tim ini."

Dave menjabat tangan Elena dengan mantab, kemudian melemparkan senyuman yang agak dipaksakan. Semoga dia seorang pimpinan yang baik, setelah ini berkata "Oh, Dave, senang bertemu denganmu, semuanya bisa kukerjakan sendirian--"

"Kau tadi mencari pekerjaan? Bisa bantu meyelesaikan yang satu ini? Lalu, kuharap setelah ini kau punya waktu untuk makan malam sebentar. Sebagai team leader yang baik, aku mau mengenal anggotaku. Apalagi, sepertinya aku tertinggal start dalam megenalmu," kata Elena. "Dan tolong panggil aku Elena saja. Memanggilku dengan 'Anda' membuatku mendadak sepuluh tahun lebih tua."

---

"Sepertinya aku tidak sadar saat menerima kunci darimu, dan menyeret tubuhku beserta semua barang bawaan ke dalam rumah. Maafkan aku."

Kafe yang tak jauh dari rumah Elena hari ini dipadati dengan para gadis yang sedang merayakan kelulusan sekolah menengahnya. Perbincangannya dengan Dave terusik oleh teriakan dan tawa mereka beserta sinar flash dari kamera ponsel yang terus berpendar.

"Bukan masalah, Elena. Senang bisa membantumu." Tidak mungkin kuberitahu boss ku ini aku sudah menyentuh tubuhnya yang indah itu, mengeksplorasi rumahnya dan meninggalkannya seperti seorang maling yang puas hasil curiannya. 

"Kau teman Olivia?"

"Lebih tepatnya, kakak tingkat semasa kuliah."

"Oh maaf, kau lebih tua dari pada aku." Jadi dia teman satu universitasku. Aku sepertinya tidak pernah melihatnya sebelum ini dalam kegiatan kemahasiswaan apapun.

"Bagaimanapun posisimu lebih tinggi, Mrs. Boss."

"Hanya ketua tim," ujar Elena. "Namun terima kasih doanya agar aku menjadi boss."

"Aneh rasanya bercanda dengan atasan ketika baru diangkat sebagai karyawan kurang dari satu bulan."

"Santai saja. Di kantor tetap kita menjaga profesionalitas. Di luar kantor, kita adalah teman. Sudah lama aku menjalankan sistem seperti ini, dan itu sangat menyenangkan."

"Ya, sangat menyenangkan. Sebelum momen itu hadir, maka sistem yang kau katakan itu sangat  sempurna," gumam Dave dengan suara makin mengecil. "Perempuan ini sangat mirip dengan dia."

"Pardon?" Apakah dia sadar apa yag baru saja diucapkannya? Apa yang dimaksudnya dengan momen dan dia?

"Sepertinya cappucino di sini nikmat, dengan harga yang sangat terjangkau."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zebra Cross.

Surya dan Mentari

Oasis