Keping Emosi

Yang ketiga.


---


Ah, sial! Apakah tubuhku melayang semalam hingga bisa mendarat sempurna dengan dibungkus selimut hangat ini?!

Sinar mentari yang menembus jendela dengan malu-malu memaksa Elena membuka matanya. Ya, Elena hanya bisa tidur di tengah kegelapan total. Sedikitpun cahaya yang berani menerobos area wajahnya, dia akan dengan sangat segera terbangun. Belum lagi, pagi ini dilengkapi dengan getar ponsel berulang-ulang.

"Good morning, Sunshine?" sapa Olivia di ujung telepon. "Sudah pulas tidurmu? Sudah segar tubuhmu? Sudah siap dengan tumpukan deadline hari ini? Sudah siap meeting bersama Mr. Primus dan Mrs. Renata?"

"Astaga, Olivia. Kesadaranku baru terkumpul satu persen. Tolong jangan bicarakan urusan pekerjaan di telepon ketika masih terlalu pagi."

"Aku harap kau sedang bergurau. Sebab, dalam empat puluh tiga menit lagi, kita akan briefing bersama dengan Liu Wen the Big Boss. Itu artinya, tidak ada kata terlambat atau kau akan mengalami bencana hebat di kantor."

"Astaga, astaga, astaga! Bagaimana aku tahu ada pertemuan dengan Mr. Primus dan Mrs. Renata? Tidak ada yang memberi tahu aku kemarin! Tidak ada juga yang membahasnya di group chat," kini, Elena mulai panik. Bahkan dia belum sempat menghembuskan tarikan napasnya ketika dia melesat ke kamar mandi.

"Oh, Elena-ku yang malang," ucap Olivia. "Sepertinya kau tidak menyadari ada catatan kecil yang ditempelkan Tiana di dekat kalendermu, melupakan reminder yang Dave sampaikan ketika mengantar kunci rumahmu kemarin, dan melewatkan perbicangan seru tim kita di group chat."

"Tunggu. Pertama, aku tidak menyadari catatan Tiana di kalenderku. Kedua, aku bahkan tidak tahu dan tidak berjumpa dengan sosok Dave tapi entah mengapa aku bisa tertidur pulas di atas sofa rumahku. Ketiga, aku bahkan belum menyentuh ponselku sampai dengan kau menghubungiku," jelas Elena. "Hari ini, sangat amat kacau."

"Matikan airmu dan segera gosok tubuhmu dengan sabun, Nona Elena Tersayang. Jangan buang waktu yang ada."

---

Bak kanvas putih, wajah Elena dibiarkan begitu saja. Make-up tipis yang biasa menghiasi wajah pucatnya, hari ini tidak tampak semili pun. Rambut panjang terurai dengan gelombang yang bahkan menawan Ashley Liu (puteri Liu Wen, pemilik perusahaan), hari inipun absen. Kombinasi pakaian dan sepatu juga terlihat tidak hidup - kemeja merah muda dengan bawahan celana panjang biru pastel dan sepatu sporty warna abu-abu.

Dengan kepala yang tertunduk, Elena segera mengambil tempat kosong di sebelah Olivia. Di samping Olivia, terdapat seorang pemuda dengan setelan yang tergolong sangat santai di kantor ini, dan di sebelahnya duduklah Tiana yang manis. 

"Jadi, para talent produk kesehatan itu sudah mampu mengubah gaya chic kantoran ala 'Elena Cassandra' menjadi gaya yang amat sporty, ya?" goda Olivia. 

Belum sempat Elena menanggapi kekesalannya kepada Olivia, Mr. Liu Wen telah memasuki ruang rapat. Mr. Liu Wen tak pernah hadir ke kantor tanpa kemeja putih tulang serta tuksedo biru tuanya, lengkap dengan celana kain panjang serta pantofel kilap. 

"Beruntung sekali, kau berhasil datang kurang dari satu menit lebih awal dibandingkan Mr. Liu," bisik Olivia.

"Seberapa jauh persiapan kalian?" tanya Mr. Liu Wen dengan tegas. Dia sosok pemimpin yang bahkan tidak membudayakan sapaan untuk mengawali percakapan. Hanya satu dua orang yang berkesan atau membekas dihatinya yang akan mendapatkan bagian di memorinya.

Olivia mulai menjelaskan apa saja yang dikerjakannya sekitar sepuluh hari belakangan bersama dengan Tiana. Elena hanya bertugas untuk memberikan supervisi terhadap tim Olivia yang sepertinya kedatangan seorang anggota baru selama dia mengurus klien yang lain. Di tengah penjelasan Olivia, sesekali Mr. Liu Wen memberikan masukan dan tambahan-tambahan yang membuat jemari Tiana berlari begitu cepat di atas keyboard laptop-nya.

"Kau, anak baru, ingat untuk menjaga nama baik perusahaan kapan pun dan di manapun, tidak hanya di depan klien!" Mr. Liu Wen mengingatkan saat akhir briefing. 

"Saya akan selalu berusaha demikian, Mr. Liu Wen," ucap pemuda itu dengan tenang, diiringi sebuah senyum misterius super kilat.

"Baguslah, semoga percobaan pertamamu berhasil," kata Mr. Liu Wen lagi. "Siapa namamu?"

"David Jackson, Sir."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zebra Cross.

Surya dan Mentari

Oasis