Bintang

Akhirnya, malam ini aku bisa melihat langit dengan cerah. Hujan memutuskan pergi malam ini bersamaan lenyapnya awan-awan yang biasa bergelantungan. Mungkin mereka berkompromi untuk hengkang sesaat dari troposfer. Atau, mungkin saja mereka sedang berdiskusi atau mengadakan konferensi tentang sesuatu. Tidak ada yang tahu. Tetapi, yang penting malam ini aku bisa menikmati malam bertabur bintang yang begitu menawan.

Aku beruntung, rumahku berada cukup jauh dari hiruk pikuk kota metropolitan ini. Orang tuaku memang pemilih sejati. Rumahku ini berdiri tak jauh dari hutan kecil dengan pepohonan yang teduh. Jika melangkah lebih dalam hutan, terdapat padang rumput yang tak terlalu besar Di siang hari, terik matahari takkan menyengat kulitmu. Di malam hari, pemandangan indah akan menemanimu seperti malam ini, dengan syarat tidak ada awan atau hujan yang menghalangi.

Rumput tempatku berbaring seolah menjadi kasur bagiku. Rasanya begitu nyaman, seperti kasur di kamarku sendiri. Pastinya, dengan pemandangan yang lebih indah. Sejauh mata memandang, hanya rumput dengan ilalang yang menari-nari ditiup angin. Ya, angin agak kencang malam ini. Tapi, tubuhku masih dapat berkompromi dengan dirinya.

Malam ini, rasi bintang Orion menguasai langit malam. Rigel tampil bak artis yang menjadi pusat di atas panggung yang spektakuler.  Lainnya, hanya berjuang ikut serta tampil di atas panggung tersebut. Meski begitu, aku menikmatinya. Kelap kelipnya begitu indah, menggoda jemariku untuk menyambungkan bintang yang satu dengan bintang yang lain, berusaha mempertegas garis area Orion yang diciptakan Tuhan.

Titik-titik cahaya di langit kelam mengingatkanku akan kejadian beberapa tahun yang lalu.

Perempuan cantik berdiri di sampingku saat itu, pada pesta kelulusan SMA.  Wajahnya yang sepucat bulan hanya sedikit berhias make-up. Tubuh rampingnya dibalut dengan gaun bewarna biru malam, dengan sedikit taburan glitter warna perak - persis bintang bertabur pada langit malam. Dia adalah ratu pesta malam itu, ratu pestaku.

"Lihatlah, langit malam itu," kataku pada dirinya. "Begitu indah, seperti dirimu."

"Terima kasih," ucapnya pelan. "Bintangnya tampak indah, ya."

"Ya. Itu sebabnya aku tak pernah berhenti mengangumimu dan para bintang."

"Aku melihatmu seperti bintang juga," katanya.

"Maksudnya?" tanyaku. Aku tidak berpikir dia akan meresponku serperti itu.

"Kadang kamu ada di sekitarku, kadang tidak. Kamu berputar sesuai tempo revolusimu. Ketika kau hadir, kadang kau benar-benar hadir, kadang kamu juga menghilang terbenam entah di mana," ujarnya. "Semoga, lain kali kamu akan menjadi bintang yang abadi untuk seseorang yang sangat kamu cintai, selalu ada kapanpun, bukan hanya saat dia membutuhkanmu."

"Aku janji. Tapi kamu perlu sadar pula, kamu adalah bintangku. Satu-satunya bintang yang tak pernah lelah menyinari kelamnya hidupku. Walau setitik cahaya, tanpamu, takkan ada hari seperti hari ini."

[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zebra Cross.

Surya dan Mentari

Oasis