Meringkuk
Pekatnya awan malam memudarkan sinar
Sang Dewi. Kecantikannya tertutup, semakin lama semakin lenyap dari angkasa.
Padahal, seharusnya malam ini ia dapat memancarkan kecantikannya pada seluruh
penjuru semesta. Seharusnya, semua mata tertuju padanya, terkagum akan
pesonanya, dan membuat suasana begitu manis bagi setiap orang tanpa terkecuali.
Seharusnya.
Malam
ini, angin bertiup cukup kencang, mendorong ranting-ranting bergesekan satu
sama lain dan daun-daun melambai-lambai menyambut malam yang kian pekat. Udara
menembus masuk dalam kamarku, memicuku untuk menarik selimut semakin tinggi. Mala
mini seolah menjadi malam yang sangat sempurna untukku. Seluruh jagat raya dan
semesta mendukungku. Mendukungku untuk meringkuk seperti bayi yang baru lahir
dan meratapi diriku saat ini.
Kalau
boleh kembali ke masa lalu, aku ingin kembali. Kembali menjadi seorang anak
kecil yang baru terlahir di dunia ini. Meringkuk dengan penuh kedamaian. Semua
orang menyambutku gembira. Seorang bayi lucu yang membawa kehangatan dalam
keluarga kecil. Seluruh perhatian, tertuju padaku. Tahun demi tahun berjalan
dengan amat istimewa. Setiap proses kemajuan pada diri mungilku menjadi harapan
dan kebahagiaan. Setiap momen menjadi momen yang penting. Mataku terpejam,
membawaku kembali pada setiap masa itu. Kebersamaan adalah hal yang utama yang
harus dijunjung tinggi.
Kini,
di ruangan yang sama setelah berbelas-belas tahun berlalu. Tak banyak berubah,
selain suasananya. Tak lagi ada gelak tawa yang menggelegar di dalam kamarku.
Aku meringkuk dalam sepi, terpenjara dalam kehampaan. Aku rindu semua hal manis
yang terjadi di masa lalu, semua hal yang menjadikan aku seperti saat ini. Ke
mana semua perbincangan hangat itu? Ke mana semua senyuman itu? Ke mana tangis
penuh bahagia itu? Hilang.
Kupejamkan
mataku, kutarik selimutku lebih tinggi lagi. Sesekali kuhapus air mata yang
mengalir di atas pipi bulatku. Aku ingin membenamkan diriku hingga semua ini
berakhir. Tetapi, semakin besar usahaku menyingkirkan perasaan sunyi itu, semakin besar kekuatan
perasaan sunyi itu mengekangku. Mungkin, ini hukuman yang harus kuterima karena
terlalu menyibukkan diri dengan berbagai hal, yang perlahan menggeser posisi
orang-orang yang mengasihiku.
Sungguh,
aku ingin kembali.
Aku
ingin bebas dari kekosongan ini.
Aku
ingin berlari, meraih kebersamaan, kebahagiaan, dan kehangatan itu lagi.
[]
Komentar
Posting Komentar