Bintang
Sendiri lebih
baik, pikirnya
Di antara jutaan bintang
dalam satu gugusnya, ia memang lain dari yang lain. Ketika hampir seluruh
bintang tersebut berkumpul pada posisi tertentu, ia memilih untuk sendiri. Entahlah,
ia tak ingat bagaimana kelahirannya. Ia tak ingat, apakah ia yang memilih untuk
sendiri, atau sebaliknya ia memang terlahir untuk sendiri.
Tak
selamanya ia sendiri. Siklus rotasi yang dijalaninya di angkasa luas sesekali membuatnya
berjumpa dengan beberapa rekan. Beberapa rekan membuatnya merasa berkelompok
ternyata mengasyikan. Beberapa rekan justru membuatnya merasa sendiri adalah
hal yang terindah yang dianugerahkan semesta kepadanya.
Kala takdir menciptakanku
Melahirkanku ‘tuk beradu
Melawan gelap yang menyelimutiku
Kutahu kumampu
Karena takdirlah yang membawaku
Kesendirian
mengajarkannya untuk berimajinasi. Tak hentinya ia menikmati hari demi hari
dengan membangun angan, suatu saat nanti menjadi bintang yang bersinar paling terang
sejagad raya. Tak henti ia tersenyum, tertawa bahagia. Hanya dengan demikian,
ia dapat mewujudkan angannya. Melalui senyumnya, kegelapan sekitar menjadi
lebih terang. Melalui gelak tawanya, alam semesta terasa lebih hidup.
Namun
kini ia lelah. Impiannya justru menekannya untuk terus memancarkan cahaya.
Cibiran demi cibiran terus berdatangan dari seberang sana. Tubuhnya mulai
melemah, energinya terkuras hanya untuk mencapai satu angan. Entahlah apakah ia
masih dapat bertahan hidup. Batinnya terasa tersiksa dalam kesendirian. Hampa.
Sedikit
rasa iri timbul dalam hatinya, ketika melihat beberapa rekannya mampu bersinar
terang bersama seorang rekan yang lain. Ya,
sepertinya berdua lebih baik.
Berdua sungguh menyenangkan
Ketika mampu menghasilan
pancaran
Bersama
mewujudkan angan
Tak
ada lagi jiwa yang kesepian
Melegakan
seluruh perasaan
Namun, ternyata, berdua tak seindah
yang dibayangkannya. Kini, ia tak mampu mewujudkan impiannya dengan segala
idealismenya. Ia harus belajar berbagi, belajar untuk melangkah bersama
seirama. Ia harus belajar lebih menikmati hidup saat ini. Pun, cibiran-cibirian
tetap saja menghinggapinya.
Hidup, takkan pernah menjawab perasaan
yang sendu ini. Takkan ada jeritan yang didengarkan, sekeras apapun. Pada
akhirnya, takkan ada orang yang memedulikan. Hanya jika dibutuhkan, mereka ‘kan
datang mengambil segala yang mereka ingini.
Karena
diam lebih baik, karena hening adalah suasana terindah.
Komentar
Posting Komentar