Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Puzzle

Meski bersatu, garis pemisahnya tetap ada.  * Setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, hingga setiap tahun aku berjuang mencari tahu makna di antara perjumpaan. Bahkan, tak jarang aku mencari tahu lewat hal-hal tak terduga. Misalnya, mengamati pergerakan ikan koi di kolam belakang rumahku, atau ikut klub mendaki gunung. Semua kulakukan, demi mendapatan jawabannya. Bagiku, sebuah perjumpaan adalah hal yang menarik. Kadang membuahkan hal yang manis, kadang membuahkan hal yang pahit, kadang juga asam. Kita tidak bisa menebaknya. Hanya waktu yang akan mengungkap jawab di balik misteri perjumpaan. Aku mengenalnya secara tidak sengaja, beberapa tahun yang lalu. Perawakannya tinggi, wajahnya cukup tampan di bandingkan kawan-kawannya yang lain. Setidaknya, waktu itu dia selalu memamerkan senyum manisnya kepada setiap pasang mata yang tertuju padanya dan karyanya.  Secara tidak sengaja, gaya gravitasi menarik mataku dan matanya bertemu

Kesempatan

Kalau hidup adalah sebuah kesempatan, lantas apa yang akan kau lakukan? * Sepanjang hidupku, aku tidak pernah melewatkan satupun kesempatan. Ya, sekecil apapun kesempatan itu, seberat apapun tantangan yang menanti dari kesempatan itu, aku akan mengambilnya. Di dalam benakku, sebuah hadiah yang menanti adalah hal yang jauh lebih berharga dibandingkan dengan resiko yang mungkin saja mengikuti. Sebagai penyuka tantangan, aku pernah pula mengambil sebuah kesempatan yang hampir merenggut nyawaku. Empat tahun lalu, aku memberanikan diriku untuk bergabung dengan klub pencinta alam. Dalam waktu singkat, aku memutuskan untuk ikut  hiking. Saat itulah, alam hampir membawaku berpulang kepada Sang Pencipta.  Di lain peristiwa, mobil yang kukendarai hampir terlindas kereta api. Entah bagaimana, sirene penanda kereta akan lewat seakan tidak berbunyi saat itu. Sialnya, perlintasan tersebut tidak dilengkapi dengan palang pintu. Mungkin, sejak lahir aku memang ditakdirkan untuk menj

Mentari [2]

Menaklukkan hati perempuan bukanlah kemampuanku yang patut dibanggakan. Sekitar sepuluh tahun lalu, aku mencoba mendekati seorang perempuan sebangkuku. Parasnya cantik dan dia menolakku mentah-mentah diiringi cemooh. Lalu, sekitar tujuh tahun lalu, aku kembali meneguhkan hatiku untuk mendekati perempuan lain. Belum sempat menyatakan perasaan, gadis itu telah menerima cinta dari seorang teman sekelasku. Mentari masih di sana, dan aku masih tetap memandangnya dari kejauhan. Hari ini, dia menyeka matanya, entah apa sebabnya. Gelora angin mendorongku melangkah mendekatinya. Tak dapat kuelak, jantungku berdegup demikian cepat. Lebih cepat daripada ketika aku maraton. Maklum, tujuh tahun lamanya hati ini tidak dihinggapi percikan asmara. Satu langkah demi satu langkah membawa ragaku mendekat pada raga Mentari. Sedikit lagi, ya, sedikit lagi. Lima langkah lagi dan aku dapat menyentuh pundak Mentari dengan lembut, mengajaknya berbincang dan menemani malamnya yang kian kelam ini -- "

Mentari [1]

Kalau mentari bisa tersenyum, pun dia bisa. Kalau mentari bisa menghangatkan bumi, pun dia bisa menghangatkan hariku. Kalau mentari adalah pusat tata surya kita, pun dia adalah pusat dari seluruh perhatianku. Dia adalah Mentari, seorang gadis yang meraih hampir seluruh sukmaku. Beruntung dia tidak meraih seluruh sukmaku, bisa mati aku. Wajahnya bersinar setiap saat. Tak peduli subuh, pagi, siang, sore, bahkan malam, dia akan menyapamu ramah dengan senyum yang mengembang. Senyumnya tercipta oleh lengkung pada bibirnya dan mata indahnya. Kemurahan hatinya kian menyempurnakan makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini. Ada beberapa pria dengan keberaniannya secara terang-terangan mendekati Mentari. Katanya, mereka tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ada yang rajin menjadi penyedia konsumsi, ada yang rajin memberikan kado-kado, bahkan ada yang rela menjadi sopir pribadi Mentari. Namun, dari sirat mata Mentari, dapat kupastikan usaha mereka sia-sia.  Selama ini aku hanya dapat melihat