Langit Senja

Awan stratus menggantung membentuk mata, hidung, dan mulut sosok manusia -- entah perempuan atau laki-laki. Semburat oranye menjadi dasar awan stratus menggantung, sekaligus warna wajah sosok manusia itu. Titik matahari yang dalam perjalanan kembali ke peraduannya, seolah menjadi ornamen yang mempercantik sosok manusia itu.

Tiupan tata surya hari ini menciptakan bentuk lengkung pada awan stratus. Secara kebetulan, terciptalah senyuman tipis pada awan stratus. Entah mengapa, aku merasa derajat lengkungnya sama persis dengan derajat lengkung yang terbentuk pada senyumku.

Waktu semakin senja, langit oranye menjadi semakin gelap. Gemerisik rumput di sekitarku menjadi kawan yang setia sejak 43 menit belakangan. Ya, aku mengitung menit demi menit yang berjalan. Setidaknya, kesendirian hari ini mengajarkanku untuk konsentrasi dan fokus menghitung waktu.

Matahari berada pada kemiringan 20 derajat dari horizon. Sinarnya terpantul pada lingkaran bewarna silver yang mengikat jariku. Kupegang cincin itu, kuusap beberapa kali. Rasa perih menyerbu lubuk hatiku terdalam. Aku tidak boleh menangis, aku tidak boleh menangis. 

Angin kembali berhembus, membuat secarik kertas menempel pada sepatu boots-ku. Kalau saja kakiku tidak bergerak dan menginjak kertas tersebut, mungkin aku takkan menyadarinya. Sepertinya, kertas tidak penting. Anehnya, otak memerintahkan tanganku untuk mengambil kertas yang hampir terlepas dari sepatuku itu. 

Salam, untuk gadisku, kalimat itu tampak pada lipatan paling luar. Sepertinya surat yang privat. Jiwa detektif seketika lahir dalam diriku, menggodaku untuk membaca suratnya lebih jauh. Apalagi, aku merasa mengenali tulisan itu. Mohon maaf kepada siapapun yang berhak atas surat ini.


Salam, untuk gadisku.

Kau pasti marah jika bertemu denganku hari ini. Kakiku kotor, sepatuku ternoda oleh tanah yang basah. Angin mengacaukan rambut yang sudah kutata dua jam lamanya. Beberapa dedaunan yang sempat mampir menyisakan bercak tipis di atas pakaianku. Jadi, setelah penjelasanku ini, kau boleh marah kepada siapapun, kecuali aku. 

Sembari menanti kedatanganmu, aku menikmati senja. Langit senja memang tak pernah gagal dalam memukauku. Tapi, kehadiranmu dapat menggeser kesempurnaan langit senja itu. Tinta oranye yang diberikan Tuhan untuk langit senja selalu tampak pas. Tapi, kau yang diberikan Tuhan untukku melebihi oranye di langit senja. 

Aku tidak pernah menyangka kenapa kau mau hadir dalam hidupku yang gelap, kotor, dan penuh masalah ini. Dapat kupastikan, aku senantiasa bersyukur atas jejak hidupmu dalam diriku. Namun, sejujurnya, aku takut melukai hatimu yang teramat lembut itu.

Cinta kita tak pernah mudah sejak awal, hingga tahun ketiga hubungan kita ini. Aku telah jatuh terlalu dalam untuk mencintaimu. Duniaku telah kupersembahkan demi menuai senyumanmu. Sayang, sepertinya waktu yang diberikan Tuhan untuk kita telah habis. Alarm telah berbunyi. Aku tidak tahu bagaimana kehidupanku selanjutnya tanpa dirimu. Aku tak bisa membayangkan hari-hariku tanpa memandangi mata indahmu di tengah langit senja yang sempurna. 

Yang kau perlu tahu, aku sangat amat mencintaimu. Cincin itu kuberikan, untuk mengenang masa-masa indah kita. Seberapa besar upayamu untuk melupakan kenangan itu, kamu akan kembali menemukannya dalam timbunan memorimu. Kenangan itu seperti lingkaran, yang tak memiliki ujung dalam mengiringi langkah hidupmu. 

Percayalah, di mana pun aku berada, aku yakin, langit senja takkan sama tanpamu. 

Yang menyatakan cinta dengan sebuah nyanyian,
17.12.17


Tanpa kusadari, air mata berlinang, menciptakan lingkaran-lingkaran tak berwarna pada kertas. Aku tahu dengan pasti, ini tulisan tangannya, ini juga tanda tangannya, dan ini adalah tanggal terakhir kalinya kita bertemu. Kulepaskan cincin yang telah melingkar selama satu tahun di jariku itu. Di sana, terdapat ukiran tulisan kecil yang berbunyi, "langit senja denganmu, 17.12.17".

Kerasnya hatiku runtuh seketika. Air mata kian deras. Kudekap kertas itu dalam pelukanku. Di hari itu dia hilang dari hidupku secara mendadak dan tanpa alasan. Kini, aku sangat amat merindukannya. Kenangan manis bersamanya terputar bak film tanpa suara. 

Ya, langit senja takkan sama tanpamu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zebra Cross.

Surya dan Mentari

Oasis