[BOOK REVIEW] Presiden Gus Dur The Untold Stories

Image result for presiden gus dur the untold stories
Sumber: Goodreads

Presiden Gus Dur The Untold Stories: Kiai di Istana Rakyat



Judul Buku: Presiden Gus Dur The Untold Stories: Kiai di Istana Rakyat
Penulis: Priyo Sambadha
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta
Tahun terbit: 2014 (cetakan pertama)
Tebal: 156 halaman


Rasanya, tak ada seorangpun yang tak kenal sosok presiden keempat Republik Indonesia ini. Mulai dari masyarakat yang 'njamani'  era kepemimpinannya, hingga generasi 'zaman now' yang mungkin mengetahui Gus Dur karena dipaksa menghafalkan sejarah bangsa. Apalagi, sampai saat ini ungkapan khasnya "Gitu aja kok repot?" masih sering diucapkan berbagai kalangan.

Di sini, kisah Gus Dur ditulis dengan perspektif pribadi Priyo Sambadha, seorang anggota staf kepresidenan. Ketika Gus Dur menjabat, Priyo telah mengabdi di lingkungan istana 14 tahun lamanya. Jadi, sedikit-banyak Priyo membandingkan bagaimana keseharian Gus Dur dengan presiden-presiden sebelum Gus Dur. 

Buku ini terdiri atas delapan bab yang dilengkapi foto-foto Priyo dalam mendampingi Gus Dur. Sesuai judulnya, buku ini mengupas bagian demi bagian bagaimana keseharian Gus Dur di istana. Ternyata, sifat santai melekat pada dirinya, baik di depan publik maupun di area pribadi bersama keluarganya. Sosok kelahiran 4 Agustus 1940 ini pula, yang mengubah image istana yang terkesan angker menjadi istana rakyat yang hangat bagi penghuni maupun tamu-tamunya. 

Diceritakan, awal kedatangan Gus Dur di istana begitu tak terduga. Beliau beserta keluarganya jauh dari kesan ekslusif, baik perilaku maupun penampilannya. Saat menjabat sebagai presiden Negara Kepualauan terbesar di dunia ini, Gus Dur membawa warna yang semakin berbeda dibandingkan presiden-presiden terdahulu. Misalnya, menerima demonstran di ruang kerjanya, menerima tamu dari berbagai kalangan (mulai dari yang bersandal jepit dan kaos, hingga yang berpantofel dan pakaian formal) tanpa memandang waktu. Perlu diketahui, Gus Dur-lah yang menciptakan tradisi menerima tamu saat Hari Raya Idul Fitri di istana, yang hingga kini terus digelar setiap tahunnya. 

Dengan membaca buku ini, pembaca akan semakin mengerti (terutama bagi mereka yang tidak benar-benar mengikuti perkembangan dunia pemerintahan Indonesia) bahwa memang Gus Dur dan keluarga sederhana. Siapa ingat, Gus Dur pernah tidur di atas lantai kereta yang ditumpanginya karena tidak bisa tidur jika duduk di bangkunya? Priyo pernah berbuat 'dosa' terhadap Gus Dur, tapi tidak menerima omelan apalagi hukuman. Pernah pula, salah seorang menantu Gus Dur asyik ngobrol sambil merokok di ruang pantry para staf presiden dengan santai. Putri bungsu Gus Dur juga akrab dengan para staf presiden, bahkan mengajak bermain basket bersama. 

Tak hanya menceritakan sosok Gus Dur, lewat buku ini pembaca juga diajak mengetahui apa yang sesungguhnya dilakukan staf presiden. Ya, mereka harus bekerja 24 jam dalam seminggu, 365 hari dalam setahun. Dalam menjalankan tugasnya, mereka juga wajib sigap dan waspada setiap saat, demi keamanan istana dengan segala isinya. Inilah yang tantangan tersendiri bagi mereka. Sebab, sering kali orang asing datang ke istana dengan mengaku sebagai hopeng atau sahabat Sang Presiden. Padatnya aktivitas Gus Dur yang rajin menilik masyarkatnya ke berbagai daerah tak jarang membuat stafnya jatuh sakit secara bergilir. 

Penggunaan istilah Bahasa Jawa di dalam buku ini membuat cerita kian mengalir, seolah-olah Priyo bertutur secara langsung kepada para pembacanya. Namun, hal ini tentu menjadi kesusahan tersendiri bagi para pembaca yang tidak memahami Bahasa Jawa. Sebab, ada beberapa istilah yang tidak diikuti Bahasa Indonesia setelahnya. 

Selain sedikit kendala bahasa, beberapa bagian alur cerita di dalam buku susah dipahami. Sederhananya, hal ini diakibatkan terlalu melebarnya cerita yang disajikan Priyo. Setelah itu, pembaca diajak kembali ke topik pertama, sehingga pembaca harus segera switch gambaran visual yang ada dalam kepalanya. Bagi mereka yang hanya membaca buku di sela-sela kesibukan, mungkin akan mengalami kesusahan dalam memahami. Kabar baiknya, tulisan yang disajikan Priyo mampu menjerat pembaca agar terus penasaran dengan kelanjutan ceritanya, dan terus menerus terkagum oleh sosok Gus Dur. 

Bagi pembaca pemula, buku ini dapat menjadi pilihan. Ditulis dengan gaya bahasa yang ringan, dan ketebalan hanya 156 halaman, tidak susah untuk menyelesaikannya. Jadi, selamat membaca!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zebra Cross.

Surya dan Mentari

Oasis