Mentari [2]

Menaklukkan hati perempuan bukanlah kemampuanku yang patut dibanggakan. Sekitar sepuluh tahun lalu, aku mencoba mendekati seorang perempuan sebangkuku. Parasnya cantik dan dia menolakku mentah-mentah diiringi cemooh. Lalu, sekitar tujuh tahun lalu, aku kembali meneguhkan hatiku untuk mendekati perempuan lain. Belum sempat menyatakan perasaan, gadis itu telah menerima cinta dari seorang teman sekelasku.

Mentari masih di sana, dan aku masih tetap memandangnya dari kejauhan. Hari ini, dia menyeka matanya, entah apa sebabnya. Gelora angin mendorongku melangkah mendekatinya. Tak dapat kuelak, jantungku berdegup demikian cepat. Lebih cepat daripada ketika aku maraton. Maklum, tujuh tahun lamanya hati ini tidak dihinggapi percikan asmara.

Satu langkah demi satu langkah membawa ragaku mendekat pada raga Mentari. Sedikit lagi, ya, sedikit lagi. Lima langkah lagi dan aku dapat menyentuh pundak Mentari dengan lembut, mengajaknya berbincang dan menemani malamnya yang kian kelam ini --

"Hei, Mentari, cepat pulang! Ayahmu telah mencarimu!" jerit seorang wanita yang berdiri beberapa meter di sisi kananku.

Tanpa ada jawab, Mentari mengikuti wanita itu. Sebelum pergi, dia sempat mengusap wajahnya dengan tisu beberapa kali. Langkahnya begitu cepat, seolah takut tertinggal wanita itu.

Gagal. Mungkin alam semesta belum mengizinkanku untuk bercengkerama dengan Mentari.

***

Malam kesembilan. Hari ini, aku bertekad untuk setidaknya bisa selangkah lagi lebih dekat dengan Mentari. Semoga alam semesta berpihak padaku hari ini.

Mentari belum tiba di singgasananya ketika aku tiba. Kuputuskan untuk menyobek salah satu siluet Mentari yang telah kugandakan. Kuletakkan kertas tersebut di dekat tempat biasanya ia duduk. Dari kejauhan, aku terus memantau kertas yang kutindih dengan sebuah batu kecil.

Hanya berselang lima menit, Mentari datang. Sebelum dia menempati singgasananya, dia mengambil siluet dirinya. Sejenak, Mentari seolah mencari-cari seseorang yang meninggalkannya untuk dirinya.

Satu keajaiban baru saja terjadi: Mentari-ku tersenyum. Indah mengalahkan cahaya bulan yang bulat sempurna malam itu.

[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zebra Cross.

Surya dan Mentari

Oasis