Menapak Realita [2]
Dengan tegas kusampaikan pendapatku
bahwa yang paling bertanggung jawab atas penjebakan diri kita sendiri pada
rutinitas adalah diri kita sendiri. Ya, DIRI KITA SENDIRI. Bagiku, rutinitas
bukanlah suatu hal yang dapat disalahkan sebagai suatu yang memerangkap kita.
Sebaliknya, kita sendirilah yang tanpa kita sadari memerangkap diri dalam
rutinitas. Dan, parahnya, kita memerangkap diri kita dalam rutinitas yang tidak
membangun masa depan.
Bagiku, kita tidak dapat munafik
dengan berkata kita bisa hidup dalam rutinitas. Bangun pagi, menggosok gigi,
kemudian mandi adalah bentuk kecil dari rutinitas. Jadi, hiduplah dalam
rutinitas yang dapat membangun masa depan. Rutinitas yang baik akan membentuk
pondasi yang baik bagi berdirinya bangunan masa depan kita. Dengan kata lain,
melalui rutinitas tersebut kita akan berpindah dari satu titik ke titik lainnya
secara vertikal. Sebaliknya, rutinitas yang ‘biasa’ akan membawa kita hanya
bergeser dari satu titik ke titik lainnya secara horizontal, seiring
berjalannya waktu.
Kuakui,
aku adalah salah seorang yang terjebak pada rutinitas yang ‘biasa’. Hampir
seluruh waktu kehidupanku disita oleh rutinitas seorang mahasiswa. Sangat
jarang sekali ada waktu untuk me time.
Ketika berkumpul bersama teman, yang dibahas adalah tumpukan tugas kuliah yang
harus segera diselesaikan. Bahkan, saat bersama keluarga pun, terkadang
pemikiran berkeliaran pada hutan tugas yang berada di ujung sana.
Hal
inilah yang membuatku mulai perlahan mengabaikan mimpi yang selalu kubayangkan
sejak kecil. Pemikiran tentang kebutuhan saat ini mulai menggeser sebagian
pemikiran yang harus disediakan untuk kepentingan masa depan.
Dulu
kukira setelah bertumbuh semakin dewasa, aku akan memiliki lebih banyak waktu
untuk merancangkan kehidupan masa depan yang realistis, tak lagi hanya angan
seorang anak TK yang mengidam-idamkan untuk menjadi tuan putri yang tinggal di
istana mewah. Kenyataannya, kini aku seolah kian bimbang. Jalan manakah yang
terbaik untuk masa depanku? Apakah benar, impianku dapat nyata terwujud?
Aku
yakin tidak ada seorang pun yang mampu mengatakan bahwa meraih impian adalah
hal yang mudah. Walau saat ini aku belum berhasil mencapai impianku, dapat
dipastikan banyak pengorbanan yang harus diberikan. Entah itu pengorbanan
tenaga, waktu, material, ataupun hal lainnya. Tapi, pada intinya, meraih impian
bukanlah suatu hal yang dapat dicapai dalam semalam.
Menjadi
orang yang idealis dengan mimpinya bukanlah hal yang salah. Namun, menurutku,
penting untuk sadar dengan realita yang ada. Semakin bertambah usia, kita
seolah semakin di bawa kepada kehidupan yang sesungguhnya. Ya, bagi kalian yang
masih berstatus sebagai pelajar ataupun
mahasiswa yang mengandalkan hidupnya pada harta orang tua, berbahagialah karena
kalian masih hidup dalam sebuah kehidupan yang bersenang. Tantangan yang kalian
hadapi bukanlah hal susah. Menurutku, kita akan mencapai kehidupan yang
sesungguhnya pada hari kita melepaskan status sebagai pelajar atau mahasiswa,
beralih menjadi pekerja.
Bagi
rekan-rekan yang masih berada pada zona nyaman kehidupan yang bersenang-senang,
kita harus bersiap. Dunia tak seramah yang kita kira. Jika kita terlalu nyaman
dalam zona tersebut, bersiaplah untuk mengaku kalah pada dunia. Hidup pada saat
ini bukan untuk memuaskan sepuas-puasnya sebelum harus mencucurkan keringat
demi sesuap nasi. Justru, mulai saat ini kita harus siap siaga. Kita harus
mempersiapkan diri untuk menapak kehidupan yang sesungguhnya.
Menyusun
serta mempersiapkan diri untuk kehidupan mendatang bukanlah hal yang mudah.
Berbagai kemungkinan yang dapat kapan saja terjadi memang susah diprediksi.
Yang penting adalah bagaimana bijaknya kita dalam mengatur dan mengambil
langkah yang akan membawa kita pada tangga yang menghantarkan kita pada impian,
asa, dan cita kita. Tak dapat dipungkiri, liuk jalan yang terjal perlu kita
taklukkan. Bukan impian namanya jika mudah untuk dicapai.
Sayangnya,
sekali lagi, hidup kita tidak berhenti pada impian tersebut saja. Hidup kita
bukan berhenti ketika kita mencapai segalanya dengan segenap perjuangan yang
telah kita lakukan. Menjadi penting kemudian untuk memikirkan, apa yang akan
kita lakukan usai berada di puncak gunung sana? Kita mendapat semuanya, kita
mampu melihat segala hal yang indah. Tapi, tidak ada apa-apa di atas sana.
Apalagi, jika perjalanan dilakukan sendirian. Jangan salah, sekali lagi,
rutinitas dapat membuat kita ‘terlalu asyik sendiri’ dalam mewujudkan impian
kita. Sehingga, pada akhirnya, kita hanya mampu menatap kekosongan itu
sendirian.
Tak
ada gunanya jika kita meraih segala hal yang kita impikan sejak lama jika kita tak
ada rekan yang mendampingi untuk saling memberikan dukungan mencapai impian. Tak
ada gunanya juga jika kita meraih impian yang hanya berhenti pada titik
tertentu. Penting untuk memikirkan mulai sekarang, apa yang ingin kita lakukan
di masa depan? Apa impian-impian kita? Apa yang akan kita lakukan untuk
mencapai impian-impian kita? Apa yang akan kita lakukan setelah impian-impian
kita tercapai? Untuk menjawabnya, kita harus mulai mematangkan pondasi kita
agar mampu mencapai impian kita, dan melanjutkan impian kita dengan melakukan
hal-hal lain yang mewarnai hidup kita dengan kepuasan batin, tak hanya
materiil.
Sekilas
pemikiran saya mengenai menapak realita ini didasarkan oleh berbagai sharing dari senior pembimbing. Tiap
kata yang diluncurkannya membuat saya mulai terbangun dari rutinitas yang
sering kali menjenuhkan ini. Dibawanyalah saya kepada sebuah babak baru,
pemikiran masa depan serta impian-impian yang ingin saya capai. Bukan hal yang mudah, namun saya yakin ketika
kita berani bermimpi, maka kita sedang dalam proses meraih impian tersebut. []
You
will never change your life until you change something you do daily. The secret
of your success is found in your daily routine.
–John
C. Maxwell
Komentar
Posting Komentar