DKI 1: Tangga Menuju RI 1?

     Belum juga tahun 2016 ditutup, topik mengenai pemilihan gubernur dan wakil gubernur (pilgub) DKI Jakarta santer diberitakan, bahkan sudah dibicarakan sejak awal tahun 2016. Padahal, pemilihan ini baru akan diadakan pada awal tahun 2017 mendatang. Tidak heran jika topik ini menjadi trending topic diberbagai media serta pembicaraan hangat pada berbagai kalangan, terutama mereka yang bergerak di dunia politik dan masyarakat DKI Jakarta.
     Poin utama dari pilgub ini adalah calon. Berbagai nama muncul silih berganti tanpa ada kepastian hingga memunculkan berbagai spekulasi. Tak hanya politikus dan praktisi hukum yang rindu akan jabatan DKI 1, tapi juga masyarakat awam serta pebisnis. Memang, jabatan ini sangat menggiurkan dan dapat dijadikan sebagai batu loncatan dalam dunia perpolitikan. Setelah berbulan-bulan penuh spekulasi dan tanda tanya, akhirnya pada 22 September 2016 lalu rasa penasaran publik terjawab, siapa yang mendaftar sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur (cagub dan cawagub).
     Muncullah tiga nama pasangan cagub dan cawagub. Calon yang pertama adalah calon petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang diusung PDIP, Hanura, Nasdem, dan Golkar. Calon yang kedua adalah calon yang diusung oleh Demokrat, PAN, PPP, dan PKB, yaitu Agus Yudhoyono-Sylviana Murni. Calon yang ketiga adalah Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang diusung Gerindra dan PKS.
     Dari nama ketiga calon tersebut, ada sebuah fenomena yang cukup mengejutkan dan menjadi perhatian khusunya oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hal tersebut dikarenakan ketiga calon tidak mewakili partai politik (parpol) sehingga menunjukkan kegagalan parpol dalam pengaderan yang membutuhkan waktu tidak singkat. Nama-nama yang muncul juga cukup mengkagetkan masyarakat karena sebagian dari mereka bahkan tidak pernah terlibat dalam dunia perpolitikan.
     Berkaca dari pengalaman sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengalami loncatan signifikan pada karir politiknya. Mengawali karir dibidang politik sebagai Walikota Solo 2005-2011, beliau melanjutkan karirnya sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2015. Kemudian, pada pemilu 2014 yang lalu beliau maju sebagai calon presiden dan pada akhirnya terpilih sebagai presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Hal ini menunjukkan jabatan publik di DKI Jakarta (terutama sebagai DKI 1) dapat mempercepat laju pencapaian tertinggi dibidang politik, yaitu RI 1.
     Sebut saja Agus Yudhoyono. Sejak diumumkan sebagai calon gubernur DKI Jakarta bersama calon wakil gubernur Sylvia Murni, nama Agus Yudhoyono menimbulkan banyak opini, yang sebagian besar mempertanyakan keputusan dari Poros Cikeas tersebut dan juga anggapan bahwa pencalonan Agus Yudhoyono ini sebagai ‘pemanasan’ menuju RI 1. Entah strategi politik apa yang sedang dimainkan secara diam-diam oleh parpol yang akan menyisakan rasa terkejut oleh masyarakat. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi ke depannya, apakah benar pencalonan DKI 1 ini akan berujung pada pencalonan RI 1. Yang pasti, mereka yang mencalonkan diri memiliki tujuan yang baik bagi bangsa tercinta ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zebra Cross.

Surya dan Mentari

Oasis