Broken Heart.
Mencintainya
bukanlah hal yang mudah. Bertahun-tahun aku berusaha membuka hati untuk orang
yang baru, tetapi tidak berhasil. Kini, ia hadir dalam hidupku. Ialah yang
berhasil membuka pintu hatiku yang terkunci rapat, melembutkan perasaanku yang
terlalu lama cuek, dan menghangatkan jiwaku di tengah serbuan angin
kesendirian.
Ia memang bukanlah seorang yang
secara fisik kuinginkan. Tepatnya, aku tidak pernah membayangkan ia sebagai
seorang yang mengisi hari-hariku. Terlintas sekalipun tidak. Mungkin hanya
sekadar teman biasa yang tidak begitu memiliki makna dalam hidupku.
Kini, aku mulai sadar bahwa aku
terpesona dengan senyumannya yang selalu tampak sempurna. Bahkan terkadang aku
merasa senyuman itu hanya ditujukan untuk diriku seorang. Aku juga terpesona
dengan semua yang ia katakan. Ucapan yang keluar dari bibirnya selalu tersimpan
dalam hati, seolah setiap kata yang dilontarkannya memiliki ruangan khusus
dalam hatiku. Aku juga terpesona dengan apa yang ia lakukan. Entahlah, aku
merasa segala yang dilakukannya selalu mengena dalam hatiku.
Kebersamaan sebagai teman itu mulai
tumbuh menjadi perasaan yang lain. Setahun saja cukup, tidak lebih dari itu.
Hanya kenyamanan yang kurasakan ketika aku berada di dekatnya, ketika aku hanya
berdua dengannya. Semua kebersamaan itu terasa sangat berarti, dengan setiap
momen yang tidak pernah terlupakan. Kuyakini ini adalah jawaban dari harapan yang
kudoakan pada ulang tahunku sebelumnya dan angan yang kuucapkan ketika aku
melihat sebuah bintang jatuh.
Ia tidak menyadari perasaan yang
tumbuh dalam hatiku. Ya, mungkin itu adalah yang terbaik. Aku ingin memantapkan
perasaanku dahulu. Membuat diriku yakin bahwa dialah orangnya. Aku tidak ingin
cinta ini hanya setengah hati, seperti sebelumnya.
Namun, aku salah menilai, seolah
hanya akulah yang berkuasa menentukan segala kejadian yang akan terjadi. Aku
melupakan adanya alam semesta yang turut campur dalam kehidupanku ini. Mungkin
inilah kenyataan pahit yang harus kuterima karena keegoisanku itu.
Ia memilih sahabatku. Ya, pilihan
hatinya telah jatuh pada sahabatku. Dan sahabatku pun juga memilihnya. Hati
mereka saling bertaut, walau mereka berdua saling tak tahu. Sejujurnya, aku tak
yakin dengan apa yang terjadi. Semua terasa seperti mimpi buruk yang tiba-tiba
membayangi malamku. Bagaimana mungkin cinta datang dan pergi begitu cepat? Tapi
inilah keadaan sesungguhnya. Akulah yang harus segera bangun dari mimpi
indahku.
Sekali lagi aku menutup pintu hatiku
rapat-rapat. Aku tidak ingin terlalu cepat membuka pintu untuk seorang yang
baru. Aku tidak ingin ada lagi cinta yang pudar bahkan sebelum ia bersinar
terang. Aku tidak akan mengizinkan apapun masuk dan menghancurkan harapan yang
sangat sulit untuk dibangun.
Komentar
Posting Komentar