1000 Camelia [part 08]
Elena bingung ketika tiba-tiba Evan mengajaknya pergi makan malam – tanpa Joan. Masakan ada masalah di antara Evan dan Joan yang tidak diketahui Elena? Entahlah. Terkadang, ada saja hal yang membuat Elena tidak memahami tingkah laku kedua sahabat laki-lakinya itu. Terkadang, laki-laki juga agak menyusahkan, dan susah dimengerti.
Sejujurnya,
Elena ingin sekali tahu dan menyelesaikan permasalahan itu sampai ke akarnya. Tidak
peduli apakah memang benar ada masalah atau tidak, yang penting jika ada
ketidakberesan menurut Elena adalah permasalahan. Namun, dengan berat hati
Elena menolak ajakan Evan. Akhir-akhir ini, ia semakin sibuk dengan pekerjaan
barunya sebagai penulis dan fotografer freelancer.
Akhirnya,
ia mendapatkan pekerjaan itu. Sudah sebulan lamanya ia tidak melakukan banyak
hal yang berarti. Kebanyakan hanya berkumpul dengan teman-teman atau melakukan
hobinya setelah ujian nasional berakhir. Sekarang, pekerjaan barunya tersebut
sangat menyita waktunya. Sekarang, ia makin sering berkeliling dari satu taman
ke taman lainnya, mengunjungi sentra wisata, dan tempat-tempat yang sudah mulai
‘terlupakan’ oleh warga Surabaya sendiri.
Saking
sibuknya, kondisi kesehatannya juga naik turun. Maksimal tidurnya hanya enam
jam sehari. Beberapa hari yang lalu, ia sempat sakit hingga Elvira harus
menjaganya seharian agar Elena tidak kabur dari rumah. Menjaga adik kecilnya
ini cukup merepotkan bagi Elvira, apalagi ia jadwal kuliahnya padat. Tapi ia
tidak memiliki pilihan lain. Hatinya tidak tega melihat adiknya sakit tanpa ada
yang mengawasi.
“Lena,”
panggil Elvira dengan semangat. Hari ini, Elvira kembali ke kampus, sedangkan
Elena harus tetap di rumah untuk memulihkan kondisinya. “Nih, aku bawain
titipanmu.” Elvira meletakkan kotak yang berisi enam buah donat di dekat Elena.
Elena
terduduk di kasurnya, meletakkan novelnya di night stand, kemudian membuka kotak tersebut. “Astaga, Vira!
Makasih banget ya!” Donat adalah salah satu snack
favorit Elena, selain es krim.
Elvira
meletakkan tasnya di atas meja belajar Elena, kemudian duduk di samping
adiknya. Hari ini, adiknya sudah mulai sehat dan bersemangat. Ditambah lagi,
pesanannya sudah berada di depan mata. Mulai besok Elvira akan mengijinkan
adiknya berkeliaran lagi.
“Nah,
sekarang tahu ‘kan kalau aku kakak paling baik sedunia?” kata Elvira dengan
nada menyombongkan diri.
“Iya
deh, iya.” Elena melahap donat berlumurkan cokelat. “Makasih Kak Elvira.”
“Oke,
pengumuman penting buat Adik Elena.”
“Hih!”
Elena menjerit. “Jangan memanggilku seperti itu, Vira! Terdengar aneh!”
Elvira
tertawa puas. “Oke, oke. Sekarang dengarkan aku. Mulai besok kamu sudah boleh
kembali berkeliaran.” Hampir saja Elena menjerit, tapi Elvira segera meletakkan
telunjuknya persis di bibir Elena. “Tapi, sebelum jam enam sore, kamu sudah
harus di rumah. HARUS.”
“Memangnya
kenapa?”
“Kamu
merepotkanku jika aku harus duduk di sini menjagamu terus.”
“Oke,
baiklah.” Elena menjilat jemarinya yang penuh lumuran cokelat. “Akan kuturuti,
berhubung ada makanan yang sangat lezat ini.”
“Omong-omong,
bagaimana kabar teman kencanmu yang waktu itu? Namanya…” Elvira berpikir
sejenak. “Alan ya?”
Elena
terdiam sejenak. Giginya berhenti mengunyah. Matanya berkedip dua kali. Ia
tidak tahu mengapa begitu mendengar nama Alan Elena kehilangan kata-kata untuk
diucapkan, seolah tidak ada energi yang membuatnya bersuara.
“Ciye…”
goda Elvira. “Ada yang lagi speechless
nih.”
“Ah
biasa aja deh, Vir.” Elena memasang wajah juteknya. Tapi mungkin benar apa yang
dikatakan Elvira – ia speechless.
“Kamu kangen ya sama Alan? Ngaku aja deh, nggak usah malu-malu sama saudara
sendiri. Nanti aku bantu kalau kamu memang mau serius–“
Elvira
melemparkan bantal ke arah Elena sebelum Elena menyelesaikan kalimatnya. “Paling-paling
kamu yang kangen, ‘kan? Kayaknya udah lama nggak ketemuan nih…” Elena tidak
menghiraukan perkataan kakaknya. Ia kembali menikmati donatnya. “Oke deh kalau
kamu nggak mau ngaku dulu. Yang penting, jangan mudah jatuh cinta ya, anak
kecil.”
Elena
balas melempar bantal ke Elvira yang lari terbirit-birit meninggalkan kamar
adiknya.
Dalam
hatinya, diam-diam Elena mengakui apa yang dikatakan Elvira. Mungkin memang
benar, bahwa ia kangen terhadap sosok Alan, entah mengapa.
***
Komentar
Posting Komentar