1000 Camelia [part 04]
Sembari
Elena memilih-milih bunga, Alan melihat gadis itu dari kejauhan sambil memotret
beberapa kali. Sesekali, Alan melirik Elena yang sibuk memilih dan menawar. Cukup pintar gadis ini, pikirnya.
“Sudah
dapat bunga apa?”
Elena
terperanjat. “Astaga, Alan! Kamu ini mengagetkan saja!”
“Yang
benar saja, aku sudah dari tadi di sebelah kamu kok. Coba tanya sama ibunya.”
Si ibu penjual hanya menertawakan mereka berdua. “Sudah dapat bunga apa aja?”
“Hmm,
aku jadi bingung. Sepertinya aku sudah pernah memberikan bunga ini pada Sofia.
Yang ini juga sudah.”
“Bunga
Camellia?” Alan menunjuk bunga di dekat Elena.
Elena
terdiam sejenak. “Tidak, jangan Camellia.”
“Ada,
itu yang warna ungu. Baru saja datang kemarin.” Kata ibu penjual sambil
menunjuk bunga yang terletak agak jauh dari mereka berdiri.
“Ah,
cantik sekali. Belum pernah mendengar namanya.” Elena mendatangi bunga itu. “Ya
sudah, ini saja. Makasih ya Lan sudah membantuku memilih.”
***
“Elena,
kamu hebat sekali. Bunga ini – astaga, aku tidak tahu harus bilang apa!” Sofia
menjerit di ujung telepon. Wajahnya memerah. Matanya tak bisa lepas dari
kumpulan bunga berwarna violet itu. “Warnanya ungu pula!”
“Aku
sangat senang kamu suka bunga itu, Sof.” Elena tersenyum. “Begitu melihat bunga
itu, aku langsung jatuh hati. Aku yakin kamu pasti lebih jatuh hati dari pada
aku.”
“Bunga
Crocus ini susah ditemukan loh, Len. Kamu hebat bisa nemuin.”
“Tadi
siang kebetulan lagi di daerah Kayoon sekalian berburu.” Elena memutuskan untuk
tidak memberitahu Sofia kalau sebenarnya Alan-lah yang menemukan bunga
itu. Memilihkannya. Alan memang jago
memilih bunga, pikir Elena.
“Lain
kali ajakin aku ya!” Goda Sofia.
“Siap,
nona!” jawab Elena penuh kegembiraan. “Eh, udahan, ya. Aku ada acara keluarga
nih malam ini. Selamat ulang tahun lagi, Sof!”
“Oke
deh. Makasih banget ya, Len!”
***
Entah
mengapa, seulas senyum tipis tergores di bibir Elena begitu melihat nama yang
tertera di layar ponselnya. Alan.
Baru saja ia akan masuk kamarnya setelah mengurus beberapa keperluan kuliah. Rasa
penatnya berkurang. Entahlah, Elena sendiri tidak tahu apa penyebabnya.
“Halo?”
“Elena?”
panggil Alan diujung sana. “Ada waktu? Nanti malam maksudku.”
“Nanti
malam… Hmm, sepertinya tidak ada pekerjaan.” Elena membenahi posisi ponsel di
telinganya. “Kenapa, Lan?”
“Makan
bareng yuk.” Ajak Alan. Segera Alan menyebutkan nama tempat yang ia maksud. “Jam
enam. Aku jemput kamu aja.”
“Oke.”
***
Komentar
Posting Komentar